Mengapa Allah memberiku takdir buruk tidak cukupkah hanya takdir baik?
Pertanyaan itu sering kali berputar pada benak banyak orang, sehingga saat seseorang selalu ditimpa kesusahan, kerugian, dan juga kegagalan yang membuatnya kadang pesimis dalam menjalani alur episode hidup yang ia hadapi, menggerutu tak jelas menyalahkan takdir hidupnya, sampai keluar pernyataan dalam mulutnya “ sial !!! seberapa besarpun aku berusaha sepertinya aku akan terus gagal, karena takdir hidupku ini memang buruk”.
Ingat kawan! Apabila pernyataan itu telah terlontar dari lidah , jangan harap keadaan akan menjadi lebih baik dan indah dari sebelumnya, yang ada hanya akan semakin menjerumuskan kita pada kesusahan, kegagalan, dan keburukan yang lebih dan lebih, dan itu tak akan merubah keadaan sama sekali, karena tanpa terasa prasangka dan ucapan itu telah menjebloskan diri ini pada pelanggaran besar terhadap Allah yaitu berburuk sangka pada-Nya, sehingga secara tidak langsung menjadikan posisi kita seakan terdzolimi oleh Allah wal’iyaadzu billah, padahal jelas وما الله بظلام للعبيد ( Allah sama sekali tak akan berbuat dzolim pada hamba-Nya).
Ketika diri ditimpa musibah, kegagalan, dan kesukaran, yang harus pertama terbesit dalam hati ini bahwasanya Allah sedang rindu pada kita untuk mendekatkan diri Pada-Nya, berkeluh kesah, mengadukan problematika hidup, memohon dengan penuh penghambaan dan pengharapan hanya pada-Nya semata, karena Dialah As-Shomad ( tempat bergantung segala sesuatu), maka disaat usaha kita rugi, sebenarnya Allah ingin mengganti dengan yang lebih baik, disaat calon pasangan selingkuh, berbahagialah berarti Allah ingin menunjukan bahwa dia bukan orang yang tepat untuk kita, dan disaat target harapan kita belum tercapai, gagal meraihnya, disana ada rencana indah Allah yang siap menyambut kita, disaat berada dipuncak kesulitan disanalah akan muncul kebahagiaan, bukankah tatkala malam semakin pekat menandakan cahaya fajar semakin dekat.
Kalaulah hati ini sudah terbiasa berbaik sangka pada-Nya, Dia pun akan ridha (senang) terhadap kita, tiadalah seorang manusia tatkala senang kepada sesamanya dia akan rela memberikan apa yang dia suka, apalagi Allah dzat yang Maha Pengasih, Maha Kaya, apabila Dia ridha terhadap hamba-Nya, maka segala yang terbaik untuknya akan Allah berikan. Ingat ! Memberikan yang terbaik bagi hamba-nya bukan apa yang ia inginkan, karena apa yang diinginkan hamba belum tentu itu yang terbaik untuknya, tapi apa yang Allah berikan itulah yang terbaik yang tak pernah kita bayangkan.
Apabila kita sudah bisa bersikap ridha terhadap Allah, bi idznillah kita bukanlah kategori orang yang Allah sebutkan,
فَأَمَّا ٱلْإِنسَٰنُ إِذَا مَا ٱبْتَلَىٰهُ رَبُّهُۥ فَأَكْرَمَهُۥ وَنَعَّمَهُۥ فَيَقُولُ رَبِّىٓ أَكْرَمَنِ
“Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: “Tuhanku telah memuliakanku”.
وَأَمَّآ إِذَا مَا ٱبْتَلَىٰهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُۥ فَيَقُولُ رَبِّىٓ أَهَٰنَنِ
"Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata: “Tuhanku menghinakanku".
(Q.S.89:15-16)
Yaitu orang yang hanya memuji Allah tatkala diberi kesenangan saja, namun apabila diberi kemiskinan dan kesusahan, malah mengatakan yang tidak-tidak terhadap-Nya, seperti mengatakan Allah telah menghinakanku na’udzubillahi min dzaalik. Tapi semoga kita menjadi orang yang selalu ber-husnudzon pada-Nya. Sebagai mana perintah-Nya.
وأحسنوا إن الله يحب المحسنين
“dan berbuat baiklah! Sesungguhnya Allah mencintai orang yang berbuat baik”
قال سفيان الثوري: أي وأحسنوا با الله تعالى الظن
Tapi Sufyan Atsauri mengatakan “wa ahsinu” disana berarti berbaik sangkalah terhadap Allah.
Maka kalau sudah ber-husnudzon pada Allah, takdir buruk itu hakikatnya tidak ada, karena apa yang Allah berikan itu yang terbaik untuk hamba-Nya, adapun hadits mengenai rukun iman yang ke enam
( ...أ ن تؤمنوا بقدره خيره وشره)
“…kalian mengimani takdir Allah yang baik dan yang buruk”.
Takdir buruk disana hanya merupakan persepsi manusia semata, tapi bagi Allah itu yang terbaik bagi hamba-Nya. Sebagaimana tiadalah seorang ibu memarahi anaknya karena benci melainkan menginginkan yang terbaik untuknya, meskipun dalam persepsi anaknya itu buruk, tapi bagi seorang ibu itu hal yang terbaik untuk buah hatinya.
✒️ Mushollih Abdul Ghoffar
✒️ Mushollih Abdul Ghoffar
Komentar
Posting Komentar