Bagaimana cara shalat dalam kendaraan dan apa hukumnya?
Penulis
Mushollih Abdul Ghofar
Para fuqoha bersepakat bahwa melaksanakan sholat sunah dalam kendaraan atau transportasi umum hukumnya boleh, sebagaimana firman Allah:
(وَلِلَّهِ ٱلۡمَشۡرِقُ وَٱلۡمَغۡرِبُۚ فَأَيۡنَمَا تُوَلُّواْ فَثَمَّ وَجۡهُ ٱللَّهِۚ...)
"Dan milik Allah timur dan barat. Kemanapun kamu menghadap di sanalah wajah Allah.." (Surat Al-Baqarah, Ayat 115).
Ibnu Umar mengatakan, "ayat ini turun khusus hanya dalam mengerjakan shalat sunah".
Mayoritas ulama menjadikan dalil ini landasan dibolehkanya shalat sunah dalam kendaraan berapapun jarak tempuhnya, lain halnya dengan imam Malik yang mensyaratkan jarak tempuhnya harus jarak yang diperbolehkan diqasharnya shalat yaitu sebagaimana penjelasan Ibnu Abbas mengenai jarak dibolehkannya salat qashar, yakni 4 burd atau 16 farsakh. 1 farsakh = 5.541 meter hingga 16 farsakh = 88,656 km.
Adapun mengerjakan shalat fardu dalam kendaraan tidak diperbolehkan kecuali ada udzur tertentu. tapi apabila kawan-kawan bisa melaksanakannya dengan syarat dan rukun yang sempurna maka sah shalatnya meskipun tanpa udzur, baik kendaraan itu dalam keadaan diam ataupun melaju, menurut Imam Hambali dan mayoritas Imam madzhab, adapun Imam Syafi'i mengkhususkan kendaraan itu harus dalam keadaan diam.
Adapun udzur atau halangan diperbolehkanya shalat fardhu dalam kendaraan diantara yaitu: ketika merasa jiwa atau harta kita terancam apabila shalat diluar kendaraan, merasa khawatir akan berpisah dari rombongan, tidak sempat mengejar waktu shalat fardhu kalau dikerjakan diluar kendaraan dan adanya hujan lebat juga tanah berlumpur yang menyulitkan langkah kaki kita, namun imam Syafi'i mengharuskan untuk mengulang shalat itu diluar kendaraan ketika keadaan sudah kondusif; karena halangan itu jarang terjadi.
Dari pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwa apabila sedang dalam transportasi umum seperti mobil, kereta, pesawat dsb. Lalu kondisinya memungkinkan untuk melaksanakan shalat dengan menyempurnakan rukun dan syaratnya maka sah dengan syarat kendaraanya dalam keadaan berhenti, menurut mayoritas ulama, namun madzhab Hambali membolehkannya meski kendaraan dalam keadaan melaju, dan tidak ada salahnya mengambil pendapat ini kalau memang tidak memungkinkan kendaraan itu untuk berhenti.
Adapun kalau kondisi kita tidak memungkinkan melaksanakan sholat fardhu seperti biasanya, dan khawatir waktu shalat akan habis apabila menunggu kendaraan berhenti; maka dalam keadaan ini afdholnya menjama' saja shalat itu baik taqdim maupun ta'khir.
Apabila shalat fardhu itu tidak memungkinkan untuk dijama', yaitu seperti misalnya perjalanan kita akan menghabiskan 2 waktu shalat fardhu sekaligus dan kendaraan tidak memungkinkan untuk berhenti, maka keadaan ini merupakan udzur, sehingga tidak masalah mengerjakan shalat dalam kendaraan dengan keadaan yang kita mampu seperti sholat dengan keadaan duduk di kursi mobil, tapi dianjurkan nanti untuk mengqadhanya, supaya terlepas dari khilafiyah madzhab Syafi'i.
Wallahu a'lam bishowab
Komentar
Posting Komentar